Minggu, 15 November 2015

hutan lindung

hutan lindung

pengertian Hutan Lindung 
     Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai jika dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.
hutan lindung

1. Penanaman Kembali Hutan-hutan yang Gundul Penanaman kembali hutan-hutan yang gundul disebut juga reboisasi. Reboisasi dilakukan melalui gerakan menanam pohon di tanah gundul, lereng gunung, dan di lingkungan sekitar. Pernahkah kamu mendengar hutan lindung? Pohon-pohon di hutan lindung sengaja dilindungi oleh manusia. Hutan lindung berfungsi sebagai pengatur air, pencegah banjir dan erosi, serta pemelihara kesuburan tanah.Dengan reboisasi, air hujan tidak langsung mencapai tanah. Rimbunnya daun pepohonan akan menahan air. Ketika air mencapai tanah, air akan masuk ke dalam tanah dan diserap oleh akar tumbuhan. Jika tidak, dapat terjadi tanah longsor. Untuk mencegah hutan-hutan menjadi gundul, juga dilakukan gerakan tebang pilih. Artinya, penebangan pohon dilakukan pada pohon-pohon yang telah cukup tua. Selain itu, penebangan pohon tidak dilakukan di hutan lindung. Hutan lindung adalah hutan-hutan yang diperuntukkan pelestarian lingkungan dan daerah resapan air.
hutan lindung

 2. Membuat Sengkedan Pernahkah kamu melihat sawah di daerah pegunungan? Di daerah pegunungan, biasanya, petani membuat sengkedan. Sengkedan disebut juga terasering, yaitu tanah bertingkat. Sengkedan dibuat di tanah-tanah yang miring, seperti di daerah pegunungan. Sengkedan bertujuan menahan pengikisan tanah. Sengkedan membuat gerak air yang deras menjadi berkurang. Jadi, erosi atau pengikisan tanah tidak terjadi.
hewan lindung

3. Menjaga Kebersihan Lingkungan Menjaga kebersihan lingkungan bertujuan mencegah banjir. Parit yang banyak sampah atau saluran-saluran air yang tersumbat sampah dapat menyebabkan banjir. Oleh karena itu, kita harus membuang sampah pada tempatnya.

Minggu, 27 September 2015





 7 Hutan Indonesia Yang Layak Dijelajahi

Kalau kamu pikir pantai dan gunung overrated, sudah waktunya menjelajahi 7 hutan-hutan menakjubkan yang ada di Indonesia ini!

1. Hutan Kayan Mentarang
 Hutan Kayan Mentarang


Menurut Indonesia.Travel, Taman Nasional Kayan Mentarang adalah hutan primer dan sekunder terbesar, yang meliputi wilayah seluas 1.360.500 hektar. Taman ini terletak di Bulungan, Kalimantan Timur, Indonesia, dengan cuaca lembab dan suhu sekitar 16 ° C – 30 ° C. Taman Nasional ini memiliki ketiggian 200 – 2258 meter di atas permukaan laut dan memiliki sekitar 3.100 mm curah hujan per tahun.

Karena lokasi geografis, taman nasional ini diberkati dengan berbagai keanekaragaman hayati, mulai dari daerah dataran hutan hujan tropis sampai di daerah pegunungan, yang menjadi kepompong untuk berbagai jenis tumbuhan dan hewan langka.

Beberapa tumbuhan yang dapat ditemui di hutan ini:
• Pulai (Alstonia scholaris)
• Jelutung (Dyera costulata)
• Ramin (Gonystylus bancanus)
• Agathis (Agathis borneensis)
• Kayu ulin (Eusideroxylon zwageri)
• Rengas (Gluta walichii)
• Gaharu (Aquilaria malacensis)
• Aren (Arenga pinnata)
• Berbagai macam anggrek
• Palem hutan
• Kantong semar

Menariknya, masih banyak tumbuhan yang belum teridentifikasi, dan dianggap baru di Indonesia. terdapat 100 spesies mamalia (15 jenis diantaranya endemik), 8 jenis primata, lebih dari 310 jenis burung, dan 28 jenis diantaranya adalah endemik Kalimantan dan telah didaftarkan oleh ICBP (Komite Internasional untuk perlindungan burung) karena merupakan spesies yang terancam punah.

Beberapa hewan yang hampir punah:
• Macan dahan (Neofelis nebulosa)
• Beruang madu (Helarctos malaynus euryspilus)
• Lutung dahi putih (Presbytis frontata frontata)
• Banteng (Bos javanicus lowi)

Ada sekitar 20.000 – 25.000 orang suku Dayak, yaitu Dayak Kenyah, Punan, Lun Daye, dan Lun Bawang, tinggal di sekitar taman nasional ini. Mereka hidup berdampingan dengan lingkungannya dalam referensi pengetahuan lokal dan kesederhanaan. Keunikan itu terlihat dalam cara mereka melestarikan keanekaragaman alam. Banyak jenis warisan arkeologi seperti tempat pemakaman dan peralatan batu kuno dapat ditemukan di Taman Nasional ini. Diperkirakan bahwa Taman Nasional Kayan Mentarang merupakan salah satu situs arkeologi utama di Kalimantan.


2. Hutan Halimun Salak
Hutan Halimun Salak

Menurut halimunsalak.org, Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan kawasan hutan hujan pegunungan yang tersisa dan terluas di Jawa Barat. Kawasan ini merupakan ekosistem hutan alam yang memiliki sumber plasma nutfah dan keanekaragaman tumbuhan dan satwa. Jenis pohon penting yang ada diantaranya adalah rasamala (Altingia exselsa) dan di kawasan ini masih dapat dijumpai primata langka dilindungi yaitu owa dan surili.

Hutan ini telah menjadi salah satu lokasi populer untuk trekking, seperti pengalaman seorang wisatawan yang dituangkan dalam blognya, tarakaisme. “Kegiatan hari ini, kami akan treking menyusuri hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Sebenarnya kami berharap bisa naik ke Canopy Trail, Jembatan gantung sepanjang 100 m dengan ketinggian 20-25 m. Di atas pasti pemandangannya lebih amazing. Sayang sekali Canopy Trail ditutup Karena alasan keamanan. Canopy Trail yang dibangun tahun 1998 merupakan bantuan pemerintah Jepang untuk keperluan penelitian itu menjadi terlantar…

Baiklah perjalanan diteruskan, melintasi tanah gembur, pohon pohon tinggi besar, menyeberang sungai, bertemu sumber mata air pegunungan yang segar, diselingi suara-suara burung dan suara air di sungai dibawah sana. Hutan ini begitu subur dan lebat. Anak-anak yang berjalan di depan kemudian beruntung mereka sempat melihat penampakan beberapa owa (atau lutung?) satu diantaranya mengendong bayi owa (atau lutung?)…”

3. Hutan Wasur
Hutan Wasur
Seperti diulas oleh jeratpapua.org, Taman Nasional Wasur di Merauke merupakan bagian dari lahan basah terbesar di Papua dan masih alami. Biodiversitasnya membuat taman nasional ini dijuluki sebagai “Serengeti Papua”. Merauke merupakan destinasi yang cukup spesial bagi pelancong. Bukan karena destinasi lain di Indonesia tidak spesial, tetapi Merauke merupakan tujuan impian orang dari Sabang sampai Jayapura.

Banyak danau kecil di TN Wasur. Sekitar 70 persen dari luas kawasan taman nasional berupa vegetasi savana, sedang lainnya berupa vegetasi hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi hutan di kawasan TN ini antara lain api-api (Avicennia sp.), tancang (Bruguiera sp.), ketapang (Terminalia sp.), dan kayu putih (Melaleuca sp.).

Jenis satwa yang umum dijumpai antara lain kanguru pohon (Dendrolagus spadix), kesturi raja (Psittrichus fulgidus), kasuari gelambir (Casuarius casuarius sclateri), dara mahkota/mambruk (Goura cristata), cendrawasih kuning besar (Paradisea apoda novaeguineae), cendrawasih raja (Cicinnurus regius rex), cendrawasih merah (Paradisea rubra), buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae), dan buaya air asin (C. porosus).

Lahan basah di taman nasional ini merupakan ekosistem yang paling produktif dalam menyediakan bahan pakan dan perlindungan bagi kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan kepiting yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Berbagai jenis satwa seperti burung migran, walabi dan kasuari sering datang dan menghuni Danau Rawa Biru. Oleh karena itu, Danau Rawa Biru disebut “Tanah Air” karena ramainya berbagai kehidupan satwa. Lokasi ini sangat cocok untuk mengamati atraksi satwa yang menarik dan menakjubkan.

4. Hutan Betung Kerihun
Hutan Betung Kerihun
Menurut gallery-kapuashulu.org, keanekaragaman ekosisten di kawasan ini sangat tinggi dan keadaan vegetasi hutannya masih baik dan relatif utuh. Ada 8 jenis ekosistem hutan di sini, meliputi Hutan Dipterocarpaceae Dataran Rendah (Lowland Dipterocarp Forest), Hutan Aluvial (Aluvial Forest), Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Sekunder Tua (Old Secondary Forest), Hutan Dipterocarpaceae Bukit (Hill Dipterocarp Forest), Hutan Berkapur (Limestone Forest), Hutan Sub Gunung (Sub-Montane Forest) dan Hutan Gunung (Montane Forest).

Di hutan ini juga terdapat berbagai ragam jenis fauna antara lain 48 jenis mamalia, disamping 18 jenis mamalia besar jenis Chiroptera (Kelelawar) dan 17 jenis binatang pengerat juga ditemukan. Terdapat juga 7 jenis primata yakni Orangutan (Pongo pygmaeus), Kelampiau (Hylobates muelleri), Hout (Fresbytis frontata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Beruk (Macca nemestrina), Kera (Macca fascicularis), dan Tarsius (Tasrius bancanus). Selain itu terdapat pula jenis avifauna (burung) diantaranya burung Enggang Gading (Buceros vigil) dan Ruai (Argusianus argus) yang tergolong dalam jenis burung dilindungi oleh undang-undang.

Keanekaragaman jenis herpetofauna (reptilia dan amfibia) di taman Nasional Betung Kerihun juga tinggi. Dari 1.500 spesimen yang berhasil dikumpulkan, 103 jenis dapat diidentifikasi dan terdiri atas 51 jenis amfibi, 26 jenis kadal, 2 jenis buaya, 3 jenis kura-kura air tawar dan 21 jenis ular. Sedangkan dari spesimen ikan yang diambil dari 123 stasiun di 36 sungai besar dan kecil, terdapat 14 jenis diantaranya adalah endemik borneo. Selain itu keanekaragaman jenis serangga tidak kurang dari 170 jenis yang sudah diidentifikasi.


5. Hutan Lore Lindu
Hutan Lore Lindu

Hutan ini dapat dicapai dengan kendaraan roda empat: Palu-Kamarora (50 km) dengan waktu tempuh 2,5 jam, Palu-Wuasa (100 km) lima jam dan Wuasa-Besoa (50 km) empat jam. Palu- Kulawi (80 km) enam jam. Perjalanan di dalam kawasan dapat dilakukan dengan jalan kaki ataupun dengan naik kuda dengan route : Gimpu-Besoa-Bada selama tiga hari dan Saluki (Sidaonta) – Danau Lindu selama satu hari.

Seperti diulas di dephut.go.id, hutan ini memiliki berbagai tipe ekosistem yaitu hutan pamah tropika, hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan sampai hutan dengan komposisi jenis yang berbeda.

Tumbuhan yang dapat dijumpai di hutan pamah tropika dan pegunungan bawah antara lain Eucalyptus deglupta, Pterospermum celebicum, Cananga odorata, Gnetum gnemon, Castanopsis argentea, Agathis philippinensis, Philoclados hypophyllus, tumbuhan obat, dan rotan.

Hutan sub-alpin di taman nasional ini berada diatas ketinggian 2.000 meter dpl. Keadaan hutannya sering diselimuti kabut, dan sebagian besar pohonnya kerdil-kerdil yang ditumbuhi lumut.

Di dalam kawasan taman nasional terdapat berbagai ragam satwa yaitu 117 jenis mamalia, 88 jenis burung, 29 jenis reptilia, dan 19 jenis amfibia. Lebih dari 50 persen satwa yang terdapat di kawasan ini merupakan endemik Sulawesi diantaranya kera tonkean (Macaca tonkeana tonkeana), babi rusa (Babyrousa babyrussa celebensis), tangkasi (Tarsius diannae dan T. pumilus), kuskus (Ailurops ursinus furvus dan Strigocuscus celebensis callenfelsi), maleo (Macrocephalon maleo), katak Sulawesi (Bufo celebensis), musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii musschenbroekii), tikus Sulawesi (Rattus celebensis), kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), ular emas (Elaphe erythrura), dan ikan endemik yang berada di Danau Lindu (Xenopoecilus sarasinorum).

Disamping kekayaan dan keunikan sumberdaya alam hayati, taman nasional ini juga memiliki kumpulan batuan megalitik yang bagus dan merupakan salah satu monumen megalitik terbaik di Indonesia.

6. Hutan Arfak
Hutan Arfak

Traveler bernama Charles Roring menuliskan pengalamannya setelah mengunjungi Arfak. Hutan hujan tropis di Pegunungan Arfak telah lama menarik para wisatawan asing. Mereka mengunjungi kawasan itu untuk melihat hewan dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan spesies endemik New Guinea di wilayah itu. Terletak di selatan kota Manokwari – ibu kota Provinsi Papua Barat, Pegunungan Arfak dapat dicapai dengan sepeda motor atau mobil.

Flora dan fauna di daerah-daerah dataran rendah berbeda dengan yang hidup di dataran tinggi. Contohnya, magnificent birds of paradise dan bower birds pada umumnya ditemukan di lereng yang dekat dengan puncak-puncak pegunungan. Bagi turis yang ingin melihat kanguru pohon, burung taun-taun (hornbills) serta kakatua putih (sulphur-crested cockatoo), tujuan yang direkomendasikan adalah kampung-kampung di kawasan pantai seperti Warkapi, Hangow atau distrik Ransiki.

Minggu lalu, saya melakukan tur singkat di sepanjang kampung-kampung pesisir mulai dari Danau Kabori, Maruni, Mupi, Warkapi, Hangow, Oransbari dan Ransiki. Saya naik bis DAMRI yang dioperasikan oleh perusahaan milik negera. Kondisi hutan hujan di wilayah itu masih bagus sekali. Dari pengamatan pribadi, wilayah di pinggir kampung telah ditebang hutannya untuk pembukaan kebun kasbi, dan keladi, makanan pokok di Papua atau dulu dikenal dengan istilah the Netherlands New Guinea.

Pada bulan Januari 2010 tiga turis Russia pergi ke Warkapi. Mereka melakukan pengamatan burung (bird watching) di sepanjang sebuah kali yang berair deras di dekat kampung Warkapi. Dari foto-foto dan cerita yang mereka sampaikan kepada saya, burung dapat dengan mudah dilihat saat beterbangan di pepohonan jika diamati dari daerah terbuka yang tercipta di sekitar kali atau sungai tersebut.

Aktivitas pengamatan burung di hutan tropis biasanya sulit jika dilakukan di dalam hutan khususnya ketika kita berjalan menerobos pepohonan yang lebat di bawah kanopi hutan. Cahaya matahari tidak dapat dengan mudah menembus kanopi yang dipadati tumbuhan hijau. Untuk mengambil foto-foto burung, kita membutuhkan kamera lensa panjang. Jangan lupa membawa baterai tambahan karena listrik tidak selalu tersedia.

Saya selalu membawa kantong plastik yang besar di dalam saku tas untuk melindungi peralatan elektronik jika hujan turun. Berjalan di malam hari, dengan dituntun oleh penduduk setempat, dapat pula dilakukan di Warkapi jika turis ingin melihat binatang-binatang malam seperti kuskus dan burung hantu.

7. Hutan Bukit Bangkirai

Hutan Bukit Bangkirai

Blogger Reski Udayanti menulis bukit Bangkirai adalah nama salah satu lokasi wisata di Kabupaten Kutai Kertanegara  di Kalimantan Timur, Indonesia. Dimana lokasi wisata ini menyuguhkan keindahan alam Hutan Tropis dan Canopy Bridge (Jembatan Tajuk). Jembatan Tajk yang ada di Kalimantan Timur ini adalah jembatan tajuk yang pertama kali di bangun di Indonesia pada tahun 1998 dan diperkirakan bisa bertahan hingga 15-20 tahun .

Kawasan bukit bangkirai merupakan Kawasan Hutan Konservasi yang luasnya sekitar 1500 Ha, dan pada tahun 1998  510 Ha  dari luas kawasan tersebut telah diresmikan sebagai kawasan wisata. Keunikan wisata di Bukit Bangkirai adalah Canopy Bridge atau Jembatan Tajuk. Canopy Bridge memiliki total panjang sekitar 64 meter.  Terdapat 4 jembatan yang saling terhubung. Namun, kondisi saat ini ada satu jembatan panjang yang mengalami kerusakan dan tidak diperkenankan untuk dinaikin, sebelum dilakukan perbaikan.

Kawasan wisata bukit bangkirai, memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Terdapat beberapa cottage untuk menginap yang telah dilengkapi listrik dan ada juga yang belum dilengkapi listrik (jika pengunjung benar2 ingin merasakan hidup di alam). Selain cottage, ada juga fasilitas lainnya seperti Lamin tempat pertemuan, Kolam renang, restaurant dan lapangan hijau kecil untuk kegiatan outdoor.

Untuk bisa menuju canopy bridge, kita  bisa berjalan melalui Trek yang sudah tersedia. Trek Pertama kita akan melalui jalan setapak kecil di dalam hutan sejauh 150 meter, dan kita sudah bisa menikmati aroma lembab Hutan Hujan Tropis Kalimantan , suara satwa dan pepohonan besar Dipterocarpaceae yang sebagian sudah di beri nama. Sehingga kita bisa dengan mudah mengetahui jenis pohon tersebut. Untuk Lanjut Trek kedua kita akan berjalan di jalan setapak di dalam hutan hujan tropis sejauh 300 meter, Takkan pernah kita merasa bosan berada didalam hutan dengan keunikan serta  keanekaragaman pohon dan satwa yang tersuguh didalamnya.


artikel selanjutnya: hutan lindung

Minggu, 06 September 2015

hutan tripis

hutan tropis

PENGERTIAN DAN DEFINISI HUTAN TROPIS

pengertian dan Definisi dari Hutan tropis 
      hutan alam yang terletak di antara garis 23°27" Lintang Utara dan 23°27" Lintang Selatan, berada pada daerah iklim tropis. Hutan Tropis terdapat di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian besar wilayah Amerika Selatan. Luas dari daerah tropis mencakup 30 persen dari keseluruhan wilayah di permukaan bumi.

Di daerah hutan tropis hanya terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, dengan curah hujan yang tinggi. Berbeda dengan daerah sub tropis atau temperate yang mempunyai empat musim yaitu musim panas (summer), musim gugur (autum), musim dingin (winter) dan musim semi (spring).

Keragaman jenis satwa maupun flora di daerah hutan tropis sangat tinggi dibandingkan pada lokasi yang lain. Kondisi habitat pada daerah hutan tropis sangat heterogen, menyebabkan muculnya keanekaragaman jenis yang tinggi. Keranekaragaman jenis yang terbesar terdapat pada hutan tropis di Asia Tenggara, kemudian hutan tropis Amazon setelah itu hutan tropis Afrika. Perkiraan jumlah spesies pohon di hutan tropis Asia Tenggara sebanyak 12.000 - 15.000 spesies, untuk hutan tropis Amazon Amerika Latin sebesar 5000 - 7000 spesies, sedang pada hutan tropis Afrika sebesar 2000 - 5000 spesies.

Struktur hutan tropis secara vertikal terdapat beberapa stratifikasi. Struktur vertikal hutan tropis berlapis-lapis disebut stratum yang terdiri dari :

    Stratum bawah
    Stratum tengah
    Stratum atas
    Pohon tertinggi

Richard (1952) membagi stratifikasi pada hutan tropis menjadi beberapa stratum tergantung kondisi hutan tropis tersebut, seperti Stratum A, Stratum B, Stratum C, Startum D, dan Stratum E.

Struktur HUTAN HUJAN TROPIS

1. Ekosistem Hutan Hujan Tropis
      Hutan Hujan Tropis adalah suatu masyarakat kompleks merupakan tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Dalam buku ini istilah kanopi hutan digunakan sebagai suatu yang umum untuk menjelaskan masyarakat tumbuhan keseluruhan di atas bumi. Di dalam kanopi iklim micro berbeda dengan diluarnya; cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Banyak dari pohon yang lebih kecil berkembang dalam naungan pohon yang lebih besar di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan. Di atas bentuk pohon dan dalam iklim mikro dari cakupan pertumbuhan kanopi dari berbagai jenis tumbuhan lain: pemanjat, epiphytes, mencekik, tanaman benalu, dan saprophytes.

      Pohon dan kebanyakan dari tumbuhan lain berakar pada tanah dan menyerap unsur hara dan air. Daun-Daun yang gugur, Ranting, Cabang, dan bagian lain yang tersedia; makanan untuk sejumlah inang hewan invertebrata, yang penting seperti rayap, juga untuk jamur dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian yang jatuh dan dengan pencucian dari daun-daun oleh air hujan. Ini merupakan ciri hutan hujan tropis yang kebanyakan dari gudang unsur hara total ada dalam tumbuhan; secara relatif kecil di simpan dalam tanah.
Di dalam kanopi hutan, terutama di hutan dataran rendah, disana hidup binatang dengan cakupan luas, hewan veterbrata dan invertebrata, beberapa yang makan bagian tumbuhan, yang memakan hewan. Hubungan timbal balik kompleks ada antara tumbuhan dan binatang, sebagai contoh, dalam hubungan dengan penyerbukan bunga dan penyebaran biji. Beberapa tumbuhan, yang disebut myrmecophytes, menyediakan tempat perlindungan untuk semut di dalam organ yang dimodifikasi. Banyak tumbuhan, menghasilkan bahan-kimia yang berbisa bagi banyak serangga dan cara ini untuk perlindungan diri dari pemangsaan.

     Keseluruhan masyarakat organik dan lingkungan phisik dan kimianya bersama-sama menyusun dasar ekosistem pada hutan hujan tropis. Jika bagian dari hutan menjadi rusak, tumbuhan (dan satwa) terbukanya gap, yang lain menyerbu dengan persaingan; ada suatu suksesi sekunder dari komunitas tumbuhan seral, hingga dengan cepat suatu masyarakat yang serupa menjadi asli seperti semula. Ini disebut “Klimaks”. Pada permukaan tanah terbuka, contohnya, terjadi pada 1963 oleh letusan Gunung Agong di Bali, suatu suksesi primer, atau prisere, terjadi juga hingga Klimaks.

 2. Stratifikasi

      Hutan sering dianggap menjadi lapisan atau strata dan formasi hutan berbeda untuk mendapatkan jumlah strata berbeda & Strata ( Lapisan, atau tingkat) sering mudah dilihat dalam hutan atau pada suatu diagram profil, tetapi kadang tidak dapat.
Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata, A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, Lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.



    Konsep struktural lapisan kelihatan hilang pada alam yang dinamis dari kanopi hutan hujan, kenyataannya yang tumbuh dalam ditambah sejak semula. Penambalan pada berbagai ukuran adalah tahap beragam siklum pertumbuhan hutan.
Lapisan bentuk tajuk berhubungan dengan pertumbuhan pohon. Pohon muda masih bertumbuh tingginya lingkar hampir selalu monopodial, dengan batang tunggal (ada beberapa perkecualian, sebagai contoh Alstonia), dan tajuk pada umumnya sempit dan jangkung. Pohon Dewasa kebanyakan jenis adalah sympodial, tanpa batang pusat tunggal, dan beberapa dahan melanjut untuk tumbuh menambah lebar tajuk setelah dewasa tingginya telah dicapai; paling pada umumnya, sympodial tajuk lebih luas dibanding mereka adalah dalam, terus meningkat sangat dengan meningkatnya umur pohon. Pohon lebih pendek belum dewasa dibanding yang tinggi. Lapisan bentuk tajuk begitu sangat diharapkan.
Pertumbuhan Tinggi kebanyakan jenis pohon menjadi sempurna ketika hanya antara sepertiga dan setengah mencapai lubang diameter akhir. Diikuti daun-daunan akan cenderung untuk dipusatkan berlapis-lapis di mana suatu jenis atau suatu kelompok jenis dari dewasa serupa tingginya mendominasi suatu posisi, sebagai contoh, di dalam hutan dipterocarp.
Lapisan struktural kadang-kadang kelihatan pada diagram profil atau di dalam hutan dan jumlah dan tingginya lapisan akan tergantung pada tahap atau mewakili tahap siklus pertumbuhan. Tiga lapisan pohon di dalam pohon hutan hujan tropis yang selalu hijau dataran rendah adalah suatu yang abstrak menyenangkan menghadirkan status yang umum bangunan dan tahap dewasa mempertimbangkan bersama-sama. Tetapi pengambilan data dari suatu area tanpa memperhatikan langkah-langkah yang phasic akan pada umumnya mengaburkan keberadaan lapisan, kecuali Hutan dengan sedikit jenis atau kelompok yang mendewasakan pada kemuliaan berbeda.
Penggunaan lain dari konsep stratifikasi pada ketinggian dimana jenis pohon tertentu atau bahkan keluarga-keluarga biasanya dewasa. Sebagai contoh, di Malaya muncul atau yang paling atas lak terdiri kebanyakan kelompok Dipterocarpaceae dan Leguminosae. Tentang Dipterocarpaceae, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Shorea menyediakan banyak yang muncul dan sebagai pembanding Hopea dan Vatica pohon yang kecil yang B dan C lapisan. Hanya sedikit dari 53 jenis Leguminosae Pohon didalam Malaya adalah umum seperti muncul, terutama jenis Dialium, Koompassia, dan Sindora ( Whitmore 1972d). Hutan hujan dataran rendah selalu hijau Dipterocarp pada umumnya puncak kanopi pada 45 m, dan umumnya pohon individu mencapai tinggi 60 m. Pohon paling tinggi dicatat adalah Kompassia Excelsa ( 80'72 m Malaya, 83'82 m. Sarawak; Gambar. 4.2, p. 54) dan Dryobalanops aromatica 67'1 m ( Foxworthy 1926). Timur Pilipina dipterocarps hanya di tempat penting dan kanopi lebih rendah, sebagai contoh, Vitex cofassus Pometia pinnata di dalam Hutan dataran rendah Bougainville pada umumnya 30- 35 m tinggi dengan muncul tersebar sampai 39 m ( Heyligers 1967).
Burseraceae dan Sapotaceae berlimpah-limpah pada lapisan kanopi utama di barat Malesia dan lapisan puncak kanopi di timur Malesia. Pada daerah yang luas ini tingkat umumnya dikatakan lapisan C atau lapisan pohon bawah berisi kebanyakan jenis dua famili pohon paling besar, Euphorbiaceae dan Rubiaceae, dan banyak Annonaceae, Lauraceae, dan Myristicaceae, di antara yang lain.
Pohon yang mencapai puncak kanopi terlihat ke atmospir eksternal, sangat trerisolasi, temperatur tinggi, dan pergerakan angin harus dipertimbangkan, dan harus yang sesuai diadaptasikan secara fisiologis. Di dalam kanopi microclimate sungguh berbeda, seperti telah digambarkan di pendahuluan pada bab ini dan dilanjutkan yang berikutnya. Mengikutinya mungkin salah satu yang dikenali dari dua kelompok yang berbeda jenis, menyesuaikan untuk diatur dua kondisi-kondisi ini; dan menarik seluruh jenis itu, atau bahkan seluruh familinya, memanfaatkan satu situasi atau yang lain. Jenis yang tumbuh dibawah naungan tetapi mencapai puncak dari kanopi pada tingkat dewasa dengan hidup di dua lingkungan sangat berbeda pada tahap berbeda dalam hidup, dan mungkin berubah secara fisiologis, meskipun demikian data eksperimen masih sebagian besar kekurangan.
 

3. Bentuk Pohon

Pohon adalah bentuk hidup yang utama pada hutan hujan. Bahkan tumbuhan bawah sebagian besar terdiri dari tambuhan berkayu bergentuk pohon berhutan; semak belukar yang terlihat jarang, meskipun demikian lapisan D sering dengan bebas disebut “lapisan semak belukar”

Tajuk

Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk rimbawan yang disebut dalam bagian yang sebelumnya, adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial ketika mereka dewasa tetapi beberapa mempertahankan bentuk tajuk monopodial sepanjang seluruh hidup, sebagai contoh, semua Annonaceae dan Myristicaceae di hutan tropis timur jauh, ini umum terjadi di antara jenis pohon kecil berkembang di dalam kanopi. Rimbawan tertarik dengan volume kayu yang meningkat per area, dan pohon-pohon monopodial dengan karakteristik tajuk yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik dalam penanaman dibandingkan jenis sympodial. Ini merupakan salah satu alasan mengapa conifer yang akan ditanam pada tropika basah yang memiliki daya tarik lebih untuk diperhatikan, khusunya Pinus spp tropis, dan Araucaria dan mengapa Shorea spp dari kelompok Dipterocarpaceae kayu Meranti Merah Terang dan jenis cepat tumbuh lainnya, jenis yang memerlukan cahaya, jenis kayu keras asli setempat, seperti Albizia falcata, Campnosperma, Endospernum dan Octomeles, memiliki perhatian yang terbatas.
Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor utama yang menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan apical versus lateral, meristem radial simetrik versus bilateral simetrik, berselang–seling dan berirama versus pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga. Kombinasi faktor-faktor ini hanya memberikan pembatasan jumlah total dari model yang mungkin dari konstruksi tajuk. Arsitektur pohon tidak berkorelasi baik dengan taksonomi, beberapa famili kaya akan model, contohnya Euphorbiaceae dan yang lain miskin, contohnya Myristicaceae.

Batang Pohon

Untuk mengamati bentuk batang pohon di atas lantai hutan selalu lebih kurang seperti tiang, sedikitnya sampai bagian yang paling rendah, dan ia merasakan seolah-olah di dalam suatu katedral beratap hijau. Sesungguhnya ada beberapa yang pada umumnya dapat dibandingkan dengan lilin yang kecil, dapat dilihat pada pohon yang di tebang dan kelebihannya harus dibuat ketika membuat tabel volume untuk tujuan kehutanan.

Tinggi Banir, menyebar, bentuk permukaan dan ketebalan biasanya tetap di dalam suatu jenis dan oleh karena itu, seperti bentuk tajuk penunjang adalah penuntun untuk identifikasi hutan. Ada sedikit bukti yang ganjil untuk menilai kebenaran atau jika tidak menyangkut penyamarataan yang umum bahwa pohon dengan akar ketukan dalam tidak membentuk penunjang, dan sebaliknya.

Kulit Batang

Sesuatu kekeliruan umum bahwa semua atau sebagian pohon hutan memiliki kulit batang yang pucat, tipis dan licin. Ini jauh dari kenyataan, hutan hujan kaya dengan warna dan bayangan dari hitam (Dyospiros) sampai putih (Tristania), sampai warna coklat terang (Eugenia). Kecuali batang-batang pohon yang mengarah keluar iklim mikro hutan, seperti pohon yang dalam proses terisolasi dan pada pinggiran hutan, memiliki warna yang seragam yaitu abu-abu pucat. Sapihan dan tiang yang kecil memiliki kulit batang yang tipis dan lembut. Batang pohon dengan diameter di atas 0.9 m memperlihatkan suatu keaneka ragaman bentuk permukaan, secara kasar seperti bercelah, bersisik, atau “dippled”, dan beberapa licin. Setelah daun, karakteristik permukaan kulit batang dan penampilannya menjadi bantuan yang paling utama ke pengenalan jenis hutan dan mungkin punya arti untuk taksonomi. Beberapa famili homogen kulit batangnya dan yang lain menunjukkan pola gamut.

Bunga

Biasanya bunga berkembang berhubungan dengan batang (Cauliflory) atau cabang (ramiflory) bervariasi antara formasi hutan hujan tropis yang berbeda. Cauliflory adalah paling umum di hutan hujan tropis dataran rendah yang selalu hijau dan berkurang sehubungan dengan pertambahan tinggi tempat.

Akar

Suatu Pertumbuhan, memperbaharui minat akan sistem akar pohon hutan hujan tropis dengan pengembangan studi dalam produktivitas dan siklus hara.. Seperti kebanyakan kasus, kebanyakan akar ditengah hutan hujan ditemukan sampai pada 0.3 m atau kira-kira pada tanah. Banyak pohon yang sistem perakarannya dangkal dengan tidak menembus terlalu dalam semuanya. Beberapa, mungkin sedikit, mempunyai akar ketukan dalam, tetapi oleh karena; berhubungan dengan berbagai kesulitan dalam pelaksanaannya maka sistem perakaran sangat sedikit dipelajari. Nye dan Greenland (1960) sudah memberi perhatian pada peran penting akar secara relatif , beberapa menembus ke kedalaman tertentu untuk mengambil hara mineral dari pelapukan partikel batuan atau horizon alluvial, di samping peran mereka sebagi penstabil dan jangkar. Sesungguhnya sangat sukar untuk mengetahui akar mana yang sangat bagus dan merupakan ciri hidup mereka. Komponen ini kemudian biasanya diremehkan, meskipun demikian esuatu yang sangat substansial dalah menegtahui jumlah biomassa akar. Biomassa akar merupakan urutan kesepuluh dari total biomassa dari dua hutan yang dipelajari. Hal ini merupakan alasan yang dapat dipercaya menagapa akar terkonsentarsi di permukaan karena hara inorganik terbentuk di sana sebagai hasil dekomposisi sisa-sisa bagian tumbuhan yang jatuh dan hewan yang mati. 


altikel selanjutnya : 7 hutan yg layak di jalajahi